Sejarah IPM harus di Tinggalkan?
Sejarah IPM harus di Tinggalkan?
Bersatu, berpadu, menjalin ukuwah..
Di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah..
Pasti
teman-teman bacanya sambal nyanyi ya?
Lagu kebangsaan kader-kader IPM yang udah di dengarkan sejak di TM1 ini
menjadi musik yang enggak pernah bosan di nyanyikan, bahkan bagi sebagian dari
kita yang sudah mengaku punya KTP dan SIM walau masih sering nangis pas kena
Razia polisi. Lirik yang terlalu sederhana, namun tidak menyederhanakan makna
perjuangan IPM dari masa ke masa.
Perjalanan lagu ini juga terus menjadi pengiring terbaik di setiap
lika-liku perjuangan IPM dari zaman masih pakai BBM sampai zaman yang rapatnya
pun sekarang bisa via Whats up.
Dinamika yang terus berganti menjadi bukti bahwa identitas IPM sebagai Organisasi
Pelajar tidaklah bisa dianggap sederhana, menjadi sebuah kebanggaan bahwa IPM
di usia nya yang lebih dari setengah abad, telah banyak melalui proses yang
kini menjadi sebuah goresan sejarah dan bukti bahwa narasi kemerdekaan pelajar
sudah di mulai sejak lama.
Marwah IPM terus membawa narasi-narasi publik di setiap sejarah ikatan,
melalui implementasi gerakan sosial, gerakan keilmuan, wujud aksi nyata pelajar
hingga dedikasi terhadap masyarakat menjadikan ideologi Muhammadiyah sebagai
ruh yang menyatu pada diri kader IPM. Mewujudkan pelajar berkemajuan merupakan
semboyan keras dan terus di gaungkan di setiap unsur pergerakan IPM hingga ke
ranting, tentu semboyan ini menjadi stake holder IPM di masa lalu dan kemajuan
di masa sekarang.
Sejenak ingin mengajak untuk mengingat apa yang telah di lalui pada masa
lalu IPM, sejarah menjadi elemen penting bagi kita para aktivis pelajar yang
masih istiqomah dan terus berproses di Ikatan ini. Sebuah amanah sejarah tentu
menjadi hutang yang harus segera di lunasi di masa sekarang, menjadi bentuk
hutang budi terhadap mereka yang lebih dahulu memperjuangkan hak-hak pelajar di
masanya. Saat ini, kita sering menganggap sejarah merupakan pengalaman terbaik yang
harus menjadi dasar untuk kita bergerak. Namun ada hal-hal dari sejarah yang seharusnya
pantas untuk mulai kita tinggalkan, bukan berarti kita kelak akan menjadi
kacang yang lupa kulit atau di tinggal pas lagi sayang-sayangnya.
Realitas terkadang tak sejalan dengan perasaan, mungkin itu yang
terlintas ketikan narasi ini di tulis. Sebagian dari kita boleh saja tidak
setuju dengan tulisan ini, karena bagi mereka yang percaya sejarah terkadang
mengingatnya pun akan banyak rasa sakit di setiap bagian kisah perjuangannya. Menceritakan
perjuangan mereka di masa lalu di lalui dengan berbagai penolakan, cacian,
hinaan, dan segala perlakuan tidak rasional yang sudah mereka rasakan. Sulit
memang memahami pada bagian mana sejarah itu harus di tinggalkan?
Teman-temanku, narasi ini tidak berusaha untuk mengajak kita melupakan
mereka dan sejarah yang telah banyak berjasa atas keberadaan IPM saat ini.
Sejarah harus tetap ada dan harus terus menjadi cerita yang di dengarkan pada
penerus generasi IPM kedepan. Hal yang ingin saya coba ajak teman-teman
tinggalkan dari sejarah adalah segala ilmu serta pengalaman yang sudah tidak
lagi relevan di gunakan di zaman teknologi dan ilmu pengetahuan yang terus
berkembang. Seiring dengan semakin kompleks nya problematika kehidupan manusia
yang terkadang terlampau jauh dari akal pikiran, kader IPM harus terus
mewujudkan progresivitas yang memanusiakan manusia.
Proses kaderisasi yang menjadi cikal bakal lahirnya kader-kader muda IPM
haruslah melalui proses perkaderan yang relevan dan mengikuti pola kehidupan
pelajar millennial, jika kita terus berpatokan pada perkaderan di masa
sebelumnya dengan gambaran bahwa taruna melati 1 haruslah 3 hari 2 malam,
makannya harus telur dan sayur saja, materi harus di sampaikan semua walaupun
tidurnya sampai tengah malam, sesi sidang harus sampai lempar kursi dan harus
sampai ada yang nangis atau kalau hal itu tidak terwujud bakalan jadi bahan
cerita kalau sidang TM1 di sekolah ini enggak seru. Berkesan ngk TM gitu?
Berkesan, tapi apa mendidik? Tapi kak, dari dulu yang buat TM1 itu seru ya yang
kayak gitu!!. Karena penanaman nilai-nilai IPM butuh waktu dan proses, dulu hal
itu di lakukan karena IPM masih cukup asing sehingga kurang diminati di
kalangan pelajar Muhammadiyah. Saat ini, perlahan pelajar mulai sadar bahwa
organisasi adalah bagian dari kebutuhan mereka, sehingga perlu adanya stimulus
(ilmu) yang lebih rasional dan berbobot, bukan dengan cara seru tapi tak
bermakna.
Kegiatan pengajian juga jadi salah satu identitas IPM yang sudah banyak
menulis sejarah, dulu kalau ada yang ikut pengajian lebih sering dibilang kalau
kita kayak orang tua aja ikut ceramah-ceramah. Padahal, pengajian juga
merupakan salah satu majelis ilmunya Allah SWT, kesan dari kebanyakan pelajar
mengenai pengajian tentu ada rasa bosan, pembahasannya enggak seru dan buat
cepat ngantuk sehingga pengajian IPM sampai saat ini menjadi program yang sulit
menjadi rutinitas kader IPM. Nah, sejarah ini yang harus hilang, dimana perlu
adanya modifikasi penyampaian dan proses kegiatan pengajian. Sudah banyak
rasanya dilakukan oleh masyarakat agar kegiatan pengajian bisa menjadi sebuah
kebutuhan dan kegiatan yang mampu menarik minat masyarakat khususnya pelajar.
Seperti dakwah melalui media sosial, ceramah yang di upload di youtube atau yang paling sederhana
tema-tema pengajian yang di rasa cocok dan di alami oleh pelajar saat ini.
Sejarah-sejarah seperti ini yang mesti di tinggalkan dan di ganti dengan gerakan
yang lebih relevan, sama kayak kamu yang masih bertahan sama dia yang cuma kasi
kenyamanan tanpa kasi kepastian. Udah Putusin aja!!!!
Coba berproses dan berprogres dengan peka terhadap apa yang terjadi, apa
yang di butuhkan dan solusi apa yang bisa di capai guna menjadikan pelajar IPM
sebagai generasi Masyarakat Keilmuan sesuai dengan tujuan IPM saat ini pasca
Tanwir IPM di Pontianak bulan November lalu. Jadikan sejarah sebagai
pembelajaran dimasa kini dan progresivitas di masa depan, karena pelajar
menjadi aset berharga sebuah negara yang berkeadaban.
~hope
shines here
Wahh mantap.. luarbiasa sekali
BalasHapus