Lili Putih
Pada suatu hari, jauh di dalam hutan rimbun
Hiduplah seorang gadis kecil
berambut pirang yang senantiasa ia kepang dengan pita merahnya.
Anak gadis itu tinggal sendiri di
sebuah gubuk jerami diantara hamparan ladang bunga lili, ia bernama Na Bi.
Na Bi anak yang senang
menyendiri, ia jarang terlihat tersenyum. Ia selalu duduk di kamar sambil
melamun menatap langit yang tampak terik.
Setiap hari Na Bi mengejar
kupu-kupu yang selalu membangunkan paginya dengan menghinggapi hidung mungilnya
yang membuat Na Bi selalu bersin-bersin setiap kali bangun tidur.
Na Bi punya seorang teman, ia seekor
kelinci bernama Deema.
Seekor kelinci putih dengan
kalung lonceng di lehernya yang selalu berbunyi setiap kali ia berlari-larian
di kebun bunga lili.
Deema tak pernah melihat Na Bi
tersenyum, sekalipun setiap kali mengejar kupu-kupu yang rasanya mungkin
membuat orang lain bahagia, tapi tidak bagi Na Bi.
Ingin sekali rasanya Deema
melihat majikannya tersenyum, lalu ia teringat bahwa sebentar lagi bunga-bunga
lili itu bermekaran.
“Na Bi, sebentar lagi bunga-bunga
lili di ladang itu akan bermekaran, kita bisa melihat keindahan mereka sambil
berlari di ladang mengejar kupu-kupu.” Ucap Deema sambil meloncat di kasur
usang Na Bi
“Aku tak akan melihat bunga lili
itu bermekaran, Deema!” sahut Na Bi dengan nada tinggi
Deema terdiam dan murung setelah
Na Bi mengatakan hal yang membuatnya bersedih.
“Bunga lili akan bermekaran di
musim hujan, dan aku tak suka hujan.” Sambung Na Bi sambil memandang mata Deema
yang bingung dengan perkataan Na Bi.
Na bi memang tak suka hujan, ia
selalu terusik dengan suara rintikan air yang turun mengusik ketenangan
hatinya. Ia merasa air hujan terlalu menyakitkan setiap kali ia menyentuhkan
hujan ke tangannya.
Hujan juga sering mengusik
ketenangannya setiap kali Na Bi mencoba memejamkan mata, telinga nya seakan
merintih mendengar suara air yang melangkah kecil ke bumi bersamaan membawa
dinginnya angin menembus gubuknya.
Ia tak pernah keluar dari
gubuknya setiap kali musim hujan turun, sehingga ia tak pernah melihat indahnya
bunga lili bermekaran menari bersama kupu-kupu sambil menghisap nektar pada
setiap kuntum bunga lili yang bermekaran.
Suatu hari, hujan mulai turun
saat Na Bi akan tidur. Petir mengagetkannya yang sudah hampir terlelap dalam
mimpinya.
Tak lama saat hujan turun, lampu
di rumah Na Bi pun mati karena tersambar petir.
Ia seketika merasa takut dan
menangis dalam kegelapan di balik selimutnya.
Nafasnya terasa sesak setiap kali
mendengar suara rintik hujan itu terdengar jelas ditelinganya.
Deema yang melihat Na bi
ketakutan segera menghidupkan lilin yang ada di meja dekat kasur Na Bi.
Na Bi bingung melihat cahaya
kecil dari balik selimut tipisnya, mengapa ada cahaya padahal semua lampu mati.
“Tak apa Na Bi, sekarang sudah
tak terlalu gelap dan kau bisa keluar dari selimutmu, tak ada yang perlu kau
takutkan lagi, aku di sini.” Ucap lembut Deema menenangkan Na Bi
Saat selimut itu perlahan Na Bi
buka, ia melihat bayangan dirinya lalu berteriak.
“Aaaaaaaa.. ada bayangan,
singkirkan lilin itu Deema !”
Ia segera menutup kembali wajahnya
di balik selimut setelah takut melihat bayangannya di lantai.
“Mengapa kau takut pada bayanganmu
sendiri Na Bi?” kata Deema sambil mencoba menjauhkan lilin dari Na Bi
Selain hujan, Na Bi juga tak suka
dengan bayangan.
Ia menganggap bayangan adalah
lukisan dirinya yang terburuk, Na Bi seakan mengingat semua hal yang membuatnya
cemas dengan semua hal yang telah ia lewati. Bayangan hitam itu seakan
mengikuti dirinya bahkan di saat Na Bi ingin tersenyum.
Ia membenci bayangannya karena ia
sadar bahwa bayangan itu akan selalu menemaninya seumur hidupnya.
Deema meminta Na Bi menarik nafasnya
tiga kali sambil menepuk bahunya dan mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja.
Na Bi pun menuruti perkataan
kelincinya tersebut.
Ia pun menutup mata, lalu mulai
menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan.
Saat sudah merasa tenang, Na Bi
pun membuka matanya, ia melihat Deema dengan sabar menunggunya hingga merasa
tenang.
“Na bi, apa kau sudah merasa
tenang?” ucap Deema sambil menepuk pelan tangan Na Bi
“Aku sudah merasa tenang, Deema.”
Sahut Na Bi dengan suara lemahnya
“Apa bayangan itu bisa melukaimu
Na Bi?” tanya Deema
“Tidak Deema, tapi ia selalu membawa
ingatanku pada hal yang paling ku benci.”
Deema pun meraih tangan Na Bi dan
menyentuhkan jari Na Bi pada bayangannya.
“Apa bayanganmu menyakitimu saat
kau menyentuhnya, Na Bi?” tanya Deema
“Tidak Deema.” Sahut Na Bi
“Lalu mengapa kau takut dengan
sesuatu yang bahkan tak terlihat jauh lebih kuat darimu?”
Nabi pun hanya terdiam lalu
tertidur dengan lelap di atas kasurnya.
Seperti pagi biasanya, kupu-kupu
itu selalu hinggap di hidung Na Bi
seakan ingin mengajaknya bermain di antara bunga-bunga lili.
“Na Bi, ayo bangun.. ayo bangun” teriak
Deema sambil menarik-narik tangan Na Bi
Lalu ia mengajak Na Bi menuju
ladang dan melihat bunga lili yang sudah bermekaran
Na Bi terdiam dan kagum dengan
bunga lili yang bermekaran di ladangnya.
“Lihatlah Na Bi, bunga lili ini
bermekaran karena hujan yang turun tadi malam, indah bukan ?”
“Iya Deema, bunga-bunga itu sangat indah dan harum.”
Untuk pertama kalinya Deema
melihat Na Bi tersenyum, ia seakan sedang membawa Na Bi pada kebahagiaan dari
hal yang paling ia takutkan untuk dilalui.
Na Bi sadar, bahwa hujan mungkin
menakutkan baginya, tapi ia harus tetap membiarkan hujan itu turun untuk
membuat bunga lili nya bermekaran.
Melihat indahnya bunga bunga itu
menyadarkan Na Bi, jika ia hanya perlu melewati dan menyentuh hal yang
membuatnya takut, agar ia tau jika bayangan dan hujan hanya hal kecil yang
harus ia hadapi, agar ia bisa bermain bersama Deema sambil mengejar kupu-kupu
di antara ladang bunga lilinya yang bermekaran harum.
Sama seperti mengejar segala
mimpinya, ia hanya perlu sedikit melewatinya.
Komentar
Posting Komentar